Dokter Anak
Pergi ke dokter anak adalah hal yang tidak menyenangkan buat gw. Sejak Nasta berusia 9 bulan, boleh dibilang, Nasta sangat jarang ke dokter kecuali untuk imunisasi. Sebelumnya? Jangan tanya.. :( Bisa tiap minggu atau minimal sebulan sekali. Duh.. jaman kegelapan banget deh. Hiks.. dan saat itu, tidak terbilang berapa kali Nasta mengkonsumsi antibiotik untuk penyakit yang notabene disebabkan oleh virus. (note: Antibiotik untuk membunuh bakteri, bukan virus). Nasta berbakat asma, itu gw tau, karena ada turunan asma di keluarga suami. Setelah rajin ikut seminar dan ikut milis Sehat, Alhamdulillah gw jadi lebih mengerti dan rasional dalam menghadapi situasi di waktu anak sakit.
Pada saat itu gw berpikir, smakin jarang minum obat, Insyaa Allah Nasta bisa lebih tahan banting. Memang sih sempat juga, Nasta jarang sakit. Duh.. senang banget. Kalaupun Nasta sakit, mostly memang common cold dan flu. Biasanya kalo batuknya sudah parah, baru oma nya ribut. Ibu nya? Masih tenang aja.
Bingung juga dan kasihan melihat Nasta hampir tiap awal bulan sakit, walaupun secara logika gw ngerti kenapa. Mau tau kenapa?
1. Nasta lahir prematur (34 minggu) dengan berat 2200 gram saja.
2. Nasta tidak mendapatkan ASI Exclusive (hiks)
3. Nasta sudah bersekolah (Anak sekolahan kan cepet tertular virus)
4. Udara di Jakarta sudah sangat-sangat parah, polusi nya.. Astaghfirulllah..
5. Nasta punya bakat alergi dan asma
6. Di rumah yang sakit flu ganti-gantian terus
7. Dll, dsb.
Jadi ga usah heran kan kalo Nasta tiap bulan (kami bilang penyakit awal bulan nya Nasta) bisa sakit flu. Daya tahan tubuh nya Nasta kurang baik.
Tadinya gw ga terlalu vitamin/supplement minded, gw pikir, Insyaa Allah dengan asupan makanan yang Nasta makan, udah cukup. Tapi apa boleh buat, gw harus nambah supplement juga ke Nasta.
Nah, ceritanya, Senin kemaren gw nganter Nasta ke dokter nya. Dari hari Jum'at malam hangat, on off gitu. Dah pilek, belum batuk. (sekarang dah batuk, ihiks). Minggu malam menjelang pagi pun, Nasta masih hangat (suhu tidak tahu, termometer gw rusak). Ayah ngajak ke dokter, ya sudah. Ambil nomer deh. Waduh.. dapet nomer 15. Bisa-bisa jam 11 baru masuk tuh, gimana urusan kantor neh? Itu sih yang pertama terlintas. Tapi.. mau gimana lagi? Anak sakit.
Sambil nyuapinin Nara, nunggu jam 10 gitu baru brangkat ke dokter nya. Tapi kondisi Nasta sudah lebih baik. Akhirnya gw dan abang memutuskan, Nasta tidak jadi ke dokter. Alhamdulillah. Hehehehe... jujur aja, gw males banget bawa anak ke dokter. Melihat ibu dan ayah nya mau brangkat kerja, Nasta tiba-tiba bilang, "Ata mau ke dokter bu. Ata ganti baju dulu." Hmm... what can we say? Dia mau ke dokter, takut juga ada apa-apa.. hehehe... ya udah, kami brangkat ke dokter. Dan benar saja, 2 jam lebih kami menunggu di ruang tunggu dokter anak itu, ehem.. ruang tunggu? Nope, ini garasi yang difungsikan untuk ruang tunggu. Tidak ada kursi, pasien dan orang tua duduk di lantai. Beberapa kali sempat mendengar ibu / ayah pasien yang ngomel ke petugas pemanggil pasien, karena mreka lama menunggu tapi tidak di panggil-panggil. Pfuih.. itu selalu terjadi setiap gw ke dokter ini. "Tiga nomer lalu tiga yang kontrol, begitu peraturannya" Tapi bapak itu tidak berdaya ketika seorang ibu menyerobot masuk tanpa nomer maupun kartu kontrol, "kerabat pak dokter." Pfuih.. gw tidak menyalahkan Bapak ini, tapi tindakan ibu itu yang gw sesalkan. Kalo mau main masuk ruang dokter, liat jam juga dong.
Dari sekian pasien anak yang berobat ke dokter ini, 70% sakit flu, demam & batuk. 20% imunisasi dan sisanya penyakit lain. Dan kesan yang gw dapat dari para orang tua pasien ini, mreka masih mendewakan obat (baca: antibiotik). Seorang ibu dengan bayi berusia kurang dari 1 bulan, si anak sakit batuk. Duh.. masih merah betul anak itu. Dan gw lihat, ibu nya tidak menyusui dengan ASI. Hiks.. hiks.. Ibu yang lain dengan bayi berusia sekitar 2 bulan, sama saja. Anak nya batuk. Susu nya formula. Hiks.. hiks.. Bukan maksud hati menyombongkan diri karena alhamdulillah, gw berhasil memberikan Nara ASI Exclusive. Tapi, apakah mreka kurang paham atau tidak mengetahui, bahwa ASI adalah sumber dari segala sumber makanan bermutu dan bergizi tinggi buat buah hati mreka? Seorang ibu dengan anak nya berusia kurang lebih 10 bulan, anak nya batuk. Sudah ke dokter dua hari lalu, sudah di beri obat, tapi si anak malah diare dan batuknya tidak sembuh. Tanpa bermaksud menggurui, gw bilang, "mungkin diare nya karena obat nya." Itu pun tanpa ekspresi. Karena sebenernya gw pengen bilang, "Emang lo kira sulap berobat ke dokter bisa langsung sembuh?"
Duh.. dr. Purnamawati emang hebat banget deh, blio sangat sabar memberi tahu kepada para orang tua di milis sehat ini. God Bless you Dok.
Tiba giliran kami masuk ke ruang dokter nya. Point positive di dokter ini adalah, ruang prakteknya tidak di buat seperti ruang praktek dokter sesungguhnya. Tidak ada dipan untuk periksa anak, yang ada hanya sofa. Jadi Nasta sejak kenal dengan dokter ini, tidak takut ke dokter. Sebenarnya dokter ini pun mau di ajak ngobrol. Dan menjelaskan kondisi anak dengan lojik (hehehe.. bahasa gw, ancur banget). Sambil periksa Nasta, blio ngomong, "Jangan makan coklat dulu, jgn minum es dulu, ciki-cikian juga jgn, mo makan jelly boleh, bla bla bla bla." Gitu deh. Dan gw cuma dengerin aja. Blio nulis resep. Tanpa perlu gw tanya-tanya, karena gw dah tau lah isinya. Pasti ada antibiotik nya. Bayar dokter, keluar. Makasih Dok. Duh.. kenapa sih gw belum juga bisa ngobrol dengan baik dan benar? Belum bisa menari tango dengan dokter Nasta dan Nara ini.
Tadi pagi gw mendengar siaran radio dengan narasumber dokter anak yang ketua IDAI. Dan senang nya gw mendengar bahwa blio tidak pernah memberikan obat untuk pasien nya yang HANYA sakit flu. Menurut blio, demam, batuk, pilek dan diare adalah penyakit biasa untuk anak/dewasa. Yang biasanya disebabkan oleh virus. Demam lebih 3 hari, baru cek dokter untuk dugaan penyakit lain. Malah menurut dr. Wati di email milis Sehat, demam kalo ada pilek/batuk nya, ga usah khawatir. Ditambahkan juga, jika dokter anak tersebut bilang, "tenggorokannya merah (radang)" Minta lah dokter nya untuk buka mulut juga, sambil bertanya (dgn manis), "yang merah itu kaya apa sih dokt?" :D Nice try. Menurut info yang pernah gw dapatkan, tenggorokan itu memang merah. Yang berbahaya itu justru kalo ada putih-putih nya (maaf gw lupa istilahnya).
Ah.. dokter anak.. dokter anak... udah lah ngantri, waktu yang disediakan sedikit, jarang sekali yang bisa ber-tango dengan orang tua pasien. Padahal mereka kan juga punya anak / cucu. Kenapa sih seneng nya membodohi pasien terus?
(Well, harus gw akui, banyak juga sih pasien yang seneng dibodohi. Di bilang tidak perlu obat, malah cari dokter lain. Batuk anak ga sembuh dalam 2 hari, pindah dokter, dengan alasan, dokter nya kurang jago. Waks.... batuk itu makan waktu bu. 14 hari maksimal. Kurang dari 14 hari, dinikmati aja kali yah.)
Ya Allah, smoga Nasta sehat-sehat aja. Nara juga. Amin.
No comments:
Post a Comment