photo dirumah-nurina-merah-468.gif

Wednesday, September 30, 2015

Rejeki Itu Datangnya Dari Allah, Bukan Dari Mantan Suami

Pengalaman kemaren, menemani teman ke Pengadilan Agama untuk proses perceraiannya. Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya, memang sudah waktunya.

Kenal lebih dari 5 tahun, tahu masalah yang dihadapi lebih dari 2 tahun. Dan sudah memberikan sedikit nasihat, atau opini lebih dari setahun lalu. Mulai dari perkataan menghibur, memberikan solusi, hingga rasanya sudah "menggampar" teman saya ini dengan kenyataan yang ada didepan matanya. Tapi yaa.. sebaik apapun nasihat dan pendapat (menurut kami) yang terbaik, kalau yang bersangkutan gak mau move on, ya sudah.

Sampai akhirnya bulan lalu, teman saya mendapatkan surat panggilan karena (AKHIRNYA) suami nya memberikan talak satu, berniat menceraikan secara resmi melalui pengadilan agama. Walaupun menurut saya pribadi, (dan didukung oleh beberapa teman) hal-hal yang sudah dilakukan calon mantan suami teman saya itu, secara tidak langsung sudah "bercerai"

Sekarang gini, 6 tahun lalu calon mantan suami nya dipindahkan ke kota lain, dan teman saya ini menolak ikut. Walaupun sekarang saya baru tau, katanya, "Gimana mau ikut? Dia pindah udah bawa cewe lain. Dan menghilang 4 bulan gak ada kabar berita."
Dan akhirnya mereka menjalani hubungan jarak jauh. Calon mantan suami (saat itu) berkunjung 2 minggu sekali. Happy family deh ceritanya.
Lalu sekitar 2 tahun lalu, teman saya (akhirnya) memutuskan mau menyusul calon mantan suami nya.  Berkumpul bersama. Sekolah anak-anak sudah di urus, siap pindah. Sayangnya niat baik teman saya tidak ditanggapi baik pula. Ntah apa niat calon mantan suami nya itu. Karena yang saya ketahui akhirnya, hari pertama dia datang, tidak dibawa ke rumah melainkan ke hotel. Ternyata di rumah dinas suami nya itu sudah ada wanita lain (lagi). Bersyukur, teman saya (saat itu) diberikan kesabaran yang luar biasa. Tidak berantem sama WIL suami nya itu.
Tapi penderitaannya tidak cukup sampai disitu.

Mendengar ceritanya, antara sedih, gemes dan sebel. Saya memang tidak ada di posisi dia, dan tidak merasakan apa yang dia rasakan. Hanya saja butuh "orang normal" untuk menyadarkan orang yang lagi gak sadar toh?

Komitmen dalam pernikahan itu PENTING. Kalau hal penting ini saja sudah dilanggar, apalagi hal lain?
Berbagai nasihat, opini, sudah diberikan. Yang intinya, saya dan teman-teman lain, "mau nya" dia move on. Ambil sikap. Jangan mau direndahkan. Bukan masalah pasrah atau ikhlas, karena pasrah, ikhlas dalam kasus ini beda tipis dengan BODOH. Maaf

Tapi saya paham, karena teman saya tidak punya penghasilan. Dan memilih rela disakiti, di madu, pisah rumah, asalkan setoran bulanan lancar. Begitu setoran bulanan berkurang atau tidak lancar, baru deh panik lagi.

Aahh.... sayang sekali.

Padahal, saya nih.. beberapa kali bilang ke dia, "Kalau gw denger dari cerita lo nih, udah dehhh.. gw bisa tau, laki lo udah gak demen sama lo." Case closed.

Tapi... diomongin seperti apapun, teman saya memilih tidak mau cerai.

Sampai akhirnya surat panggilan Pengadilan Agama datang. Kaget pastinya, karena tidak menduga, (akhirnya) calon mantan suami melanjutkan proses cerai. It's about time.

I feel sorry for you dear friend, but this is the fact that you should handle. Face it with pride. Don't let him underestimate you.

Kalau boleh saya berpesan lagi, "Rejeki datang nya dari Allah. Bukan dari mantan suami."

No comments: