Pengalaman kemaren, menemani teman ke Pengadilan Agama untuk proses perceraiannya. Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya, memang sudah waktunya.
Kenal lebih dari 5 tahun, tahu masalah yang dihadapi lebih dari 2 tahun. Dan sudah memberikan sedikit nasihat, atau opini lebih dari setahun lalu. Mulai dari perkataan menghibur, memberikan solusi, hingga rasanya sudah "menggampar" teman saya ini dengan kenyataan yang ada didepan matanya. Tapi yaa.. sebaik apapun nasihat dan pendapat (menurut kami) yang terbaik, kalau yang bersangkutan gak mau move on, ya sudah.
Sampai akhirnya bulan lalu, teman saya mendapatkan surat panggilan karena (AKHIRNYA) suami nya memberikan talak satu, berniat menceraikan secara resmi melalui pengadilan agama. Walaupun menurut saya pribadi, (dan didukung oleh beberapa teman) hal-hal yang sudah dilakukan calon mantan suami teman saya itu, secara tidak langsung sudah "bercerai"
Sekarang gini, 6 tahun lalu calon mantan suami nya dipindahkan ke kota lain, dan teman saya ini menolak ikut. Walaupun sekarang saya baru tau, katanya, "Gimana mau ikut? Dia pindah udah bawa cewe lain. Dan menghilang 4 bulan gak ada kabar berita."
Dan akhirnya mereka menjalani hubungan jarak jauh. Calon mantan suami (saat itu) berkunjung 2 minggu sekali. Happy family deh ceritanya.
Lalu sekitar 2 tahun lalu, teman saya (akhirnya) memutuskan mau menyusul calon mantan suami nya. Berkumpul bersama. Sekolah anak-anak sudah di urus, siap pindah. Sayangnya niat baik teman saya tidak ditanggapi baik pula. Ntah apa niat calon mantan suami nya itu. Karena yang saya ketahui akhirnya, hari pertama dia datang, tidak dibawa ke rumah melainkan ke hotel. Ternyata di rumah dinas suami nya itu sudah ada wanita lain (lagi). Bersyukur, teman saya (saat itu) diberikan kesabaran yang luar biasa. Tidak berantem sama WIL suami nya itu.
Tapi penderitaannya tidak cukup sampai disitu.
Mendengar ceritanya, antara sedih, gemes dan sebel. Saya memang tidak ada di posisi dia, dan tidak merasakan apa yang dia rasakan. Hanya saja butuh "orang normal" untuk menyadarkan orang yang lagi gak sadar toh?
Komitmen dalam pernikahan itu PENTING. Kalau hal penting ini saja sudah dilanggar, apalagi hal lain?
Berbagai nasihat, opini, sudah diberikan. Yang intinya, saya dan teman-teman lain, "mau nya" dia move on. Ambil sikap. Jangan mau direndahkan. Bukan masalah pasrah atau ikhlas, karena pasrah, ikhlas dalam kasus ini beda tipis dengan BODOH. Maaf
Tapi saya paham, karena teman saya tidak punya penghasilan. Dan memilih rela disakiti, di madu, pisah rumah, asalkan setoran bulanan lancar. Begitu setoran bulanan berkurang atau tidak lancar, baru deh panik lagi.
Aahh.... sayang sekali.
Padahal, saya nih.. beberapa kali bilang ke dia, "Kalau gw denger dari cerita lo nih, udah dehhh.. gw bisa tau, laki lo udah gak demen sama lo." Case closed.
Tapi... diomongin seperti apapun, teman saya memilih tidak mau cerai.
Sampai akhirnya surat panggilan Pengadilan Agama datang. Kaget pastinya, karena tidak menduga, (akhirnya) calon mantan suami melanjutkan proses cerai. It's about time.
I feel sorry for you dear friend, but this is the fact that you should handle. Face it with pride. Don't let him underestimate you.
Kalau boleh saya berpesan lagi, "Rejeki datang nya dari Allah. Bukan dari mantan suami."
A mother of two beloved daughters, Nasta and Nara. A lovely wife for my lovely hubby.
Wednesday, September 30, 2015
Tuesday, September 29, 2015
Menikah, Bukan Sekedar Cinta
tulisan Bendri Jaisyurrahman (@ajobendri)
- Pernikahan itu bukan sekedar mengenai cinta tapi yang utama adalah komitmen
- Betapa banyak pernikahan yang rusak karena yang diperbarui hanyalah cinta bukan komitmen
- Pernikahan akan makin berkah jika komitmen makin menguat meski cinta menurun bahkan lenyap
- Cinta itu wilayah rasa. Sementara komitmen wilayah logika. Rasa boleh berkurang namun logika harus selalu menguat dalam pernikahan
- Logika memahami bahwa pernikahan adalah taqdir. Dan menjalaninya dengan syukur dan sabar adalah ibadah.
- Komitmen kita dalam pernikahan diukur sejauh mana komitmen kita dengan Allah. Sebab akad nikah dan syahadah sama-sama dikenal sebagai "ikatan yang kokoh"
- Allah pengikat jiwa antar pasutri. Sehingga rayuan mesra kepada istri pun tak bisa menjaga keutuhan pernikahan jika hubungan kepada Allah tak dipelihara
- Penyelesaian utama pada saat konflik pernikahan adalah penyelesaian komitmen bukan cinta. Sebab cinta tidak bisa dipaksakan. Tapi komitmen bisa dikuatkan.
- Perbaikan komitmen pernikahan yakni menyadari bahwa akad nikah adalah janji kepada Allah untuk memuliakan istri dan anak. Kelak akan ditagih.
- Bertahan dalam sebuah pernikahan meski tanpa cinta tapi karena komitmen saat akad menunjukkan integritas lelaki sholih
- Penguatan komitmen pernikahan dimulai dari penguatan syahadah dengan ibadah kepala pemilik hati yakni Allah SWT
- Sebab pernikahan bukan sekedar pelampiasan cinta dan syahwat. Tapi implementasi dari syahadah yakni ibadah
- Pernikahan yang tak ada aktivitas ibadah didalamnya, lebih tepat disebut perkawinan. Kambing, kerbau dan sejenisnya juga bisa melakukannya.
- Itulah kenapa jika sekedar untuk "kawin" maka pernikahan tidak butuh komitmen tapi obat kuat dan minuman suplemen
- Dalam pernikahan yang tidak didasari komitmen namun mengagungkan cinta maka tampilan fisik itu paling utama
- Wajar, Rasulullah menjadikan faktor agama sebagai yang utama dalam merencanakan pernikahan. Sebab hanya orang-orang beragama yang siap berkomitmen
- Maka saat konflik rumah tangga melanda, tak perlu cari seribu satu cara untuk tumbuhkan cinta. Fokuslah kepada penguatan aqidah sebagai fondasi perbaruan komitmen
- Cinta akan terajak dan makin tumbuh tatkala komitmen makin menguat. Sebab cinta adalah mahluk Allah yang hadir atas perintah dari Nya
- Jika "terpaksa" berpisah adalah konsekuensi dari aqidah. Bukan karena cinta yang pupus sudah. Sebab takkan berkumpul dalam sebuah rumah antara ahlul ibadah dan ahlul ma'siyah
- Semoga rumah tangga kita senantiasa diikat karena Allah bukan atas paras cantik dan sebab kemewahan dunia
Subscribe to:
Posts (Atom)